Tahun 1966. Sebuah group media cukup besar di Inggris yang menguasai beberapa surat kabar dan majalah, tertarik untuk mengakuisi sebuah majalah remaja bernama Student.
Setelah melalui sebuah riset singkat mereka mengajukan penawaran sebesar ₤ 80,000 poundsterling kepada pemilik sekaligus Chief Editor Student yang merupakan seorang remaja berusia 16 tahun. Dengan opsi pemilik lama diberi kewenangan untuk tetap menjadi Chief Editor dan menjalankan tabloid tersebut. Sebuah tawaran fantastis untuk seorang remaja yang baru keluar dari SMA.
Membayangkan kehidupan yang menyenangkan. Membeli rumah di sebuah pantai dan menghabiskan sisa hidup dengan berpetualang membuat remaja tersebut segera mengiyakan tawaran ini. BOD meeting pun di gelar oleh group media tersebut guna mendengar lebih jauh potensi pengembangan apa yang bisa dilakukan terhadap majalah Student.
Sang remaja dengan tangkas menjawab semua pertanyaan seluk beluk beroperasinya majalah Student termasuk potensi pasar yang ada dan strategi pengembangannya. Puas dengan jawaban tersebut. BOD melanjutkan dengan visi dan misi bisnis remaja tersebut.
Dengan sangat antusias remaja itu memaparkan bahwa majalah student hanyalah salah satu entry bisnisnya. Dia ingin mengembangkan Student menjadi sebuah Brand global yang akan merambah bisnis rekaman, chain store, keuangan, penerbangan, telekomunikasi dan bahkan wisata resort.
Mendengar uraian anak muda ini, BOD terperangah dan menganggap remaja ini sebagai orang yang kurang waras. Deal akuisisipun di batalkan. Melayanglah kesempatan mendapatkan uang ₤ 80,000 poundsterling.
Puluhan tahun kemudian salah satu BOD group media tersebut, Patricia Lambert, menelpon sang remaja dan mengungkapkan penyesalannya kenapa dulu membatalkan akuisisi. Kini bisnis sang remaja sudah menjadi brand global yang sangat disegani. Jenis usahanya merentang dari media, rekaman, chain megastore, telekomunikasi, penerbangan, keuangan, wisata resort, club kebugaran, kereta api, wisata ruang angkasa dan lainnya.
Remaja tersebut bernama Richard Branson. Seorang penderita Dislexia (penyakit kesulitan membaca) dan tidak pernah punya prestasi baik disekolahnya. Brand global yang diusungnya adalah Virgin Group.....
Saat ini nilai bisnis dibawah Virgin Group di prediksi bernilai US $ 12 triliun. Ini penilaian setelah dihantam krisis akhir 2008 lalu. Majalah Forbes tahun 2008 menobatkannya sebagai salah satu orang terkaya dunia dengan estimasti kekayaan bersih US $ 2.4 Triliun.
Virgin Group juga merupakan sponsor utama dari tim pendatang baru ajang Formula One yang cukup fenomenal dengan memenangi beberapa balapan pendahuluan : Brawn GP dengan pembalap Jenson Button & Rubben Barrichello.
Kisah tersebut dimuat dalam buku terbaru Richard Branson : Business Stripped Bare – The Adventure of Global Entrepreneur.
Buku ini mengupas tuntas filosofi bisnis Richard Branson dan Virgin Group. Bagaimana dia membesarkan brand Virgin, melebarkan sayap dari home country, United Kingdom, ke mancanegara. Bagaimana menghandle hambatan dari pesaing pesaingnya di UK, US dan Australia saat mendirikan penerbangan murah Virgin Airways.
Bagaimana kisah kisah kegagalan Virgin Group berkompetisi dengan raksasa minuman dunia Coca Cola dan kegagalan Richard Branson mengakuisisi sebuah lembaga keuangan raksasa inggris Northern Rock yang limbung karena imbas krisi US mortgage tahun 2007 lalu.
Filosofi bisnis Virgin Group pada dasarnya adalah bagaimana memberi nilai tambah secara maksimal pada setiap industri yang dimasukinya sehingga konsumen memperoleh produk atau jasa terbaik atas uang yang mereka belanjakan.
Dalam menjalankan filosofi diatas, Richard Branson membaginya menjadi tujuh bidang yang sangat penting dan merupakan back bone yang menopang roda beroperasinya Virgin Group diseluruh dunia.
Ketujuh bidang tersebut meliputi : People, Brand, Delivery, Learning from Mistake and Setbacks, Innovation, Entrepreneurs & Leaderships, and Social Responsility.
People : finding good people and set them free, key success dalam sebuah bisnis adalah mencari orang yang tepat yang akan menjalankan bisnis tersebut. Menurut Richard Branson, dalam mencari orang yang tepat, patokan utama yang harus dipegang teguh adalah karakter dan integritas, passion terhadap bisnis yang akan dijalani dan open minded terhadap ide ide baru. Skill menjadi prasyarat nomor sekian karena semua skill bisnis bisa di pelajari asal kita punya passion yang besar.
Seperti yang pernah saya ulas dalam tulisan pertama. Pada dasarnya pilar bisnis Virgin Group dibagi menjadi tujuh pilar utama.
Ketujuh bidang tersebut meliputi : People, Brand, Delivery, Learning from Mistake and Setbacks, Innovation, Entrepreneurs & Leaderships, and Social Responsility.
People: finding good people and set them free, key success dalam sebuah bisnis adalah mencari orang yang tepat yang akan menjalankan bisnis tersebut. Menurut Richard Branson patokan utama yang harus dipegang teguh adalah karakter dan integritas, passion terhadap bisnis yang akan dijalani dan open minded terhadap ide ide baru. Skill menjadi prasyarat nomor sekian karena semua skill bisnis bisa di pelajari asal kita punya passion yang besar.
Dengan pola bisnis Virgin Group yang hampir semuanya di jalankan melalui ventura, people menduduki deretan teratas dalam prioritas bisnis Virgin Group. Semua karyawan kunci yang diajak bisnis oleh Richard Branson selalu mendapat bagian saham. Sampai dengan saat ini sudah ratusan karyawan kunci Virgin Group yang menjadi milyuner berkat system Ventura yang di jalankan.
Virgin Group juga sangat menghargai kebebasan karyawan dalam inovasi. Semua karyawan harus terbuka, saling berkomunikasi dalam mengemukakan ide dan gagasannya. Tidak ada ide yang bodoh. Ide bodoh adalah ide yang tidak diungkapkan.
Yang rada unik, pada awal awal bisnisnya. Richard Branson sangat percaya bahwa kalau sebuah bisnis karyawannya sudah mencapai 100 orang maka harus di pecah. Dibuat unit bisnis baru. Karyawan yang terlalu banyak tidak akan menumbuhkan kreatifitas dan memperlambat proses pengambilan keputusan.....
Brand and Delivery: Conventional wisdom yang dianut oleh hampir seluruh perusahaan besar dunia adalah focus pada apa yang kita ketahui, focus pada passion dan skill terbaik yang kita miliki.
Dari konsistensi focus dan selalu berusaha mencari perbaikan pada apa yang kita tekuni. Lahirlah brand brand dunia yang sangat besar. Coca Cola & Pepsi focus pada minuman soda. Microsoft, Oracle & SAP focus pada software, Intel focus pada processor dan Nike ataupun Adidas focus pada sepatu olahraga.
Namun Virgin adalah sebuah pengecualian. Virgin merupakan sebuah brand besar yang tidak focus pada hanya satu bidang usaha saja. Lini usahanya merentang dari rekaman, media, penerbangan, telekomunikasi, resort, kebugaran, keuangan, kereta api sampai wisata ruang angkasa. Virgin memiliki keunikan tersendiri.
Lantas apakah Virgin tidaklah focus ? Salah besar kalau kita menyangka Virgin tidak memiliki focus.
Untuk menopang brand yang sangat besar, focus Virgin adalah virgin customer experience. Virgin tidak focus pada produk atau bidang usaha yang digeluti. Tetapi apapun produk dan bidang usaha itu, haruslah memiliki Virgin customer experience.
Fokus pada usaha terus menerus untuk memberikan yang terbaik buat customer, membuat customer merasa istimewa dan bahagia pada setiap produk dengan brand Virgin. Hal ini juga merupakan salah satu filosofi bisnis paling utama dari pendirinya, Richard Branson.
Gaya hidup Richard Branson juga turut mengerek brand Virgin dimata customer. Gaya hidup eksentrik, santai sekaligus pekerja keras, risk taker, fearless, cinta damai, pro lingkungan dan keperdulian yang sangat tinggi pada warga yang kurang mampu.
Salah satu nasehat utama Richard Branson untuk membuat brand kita tetap dicintai customer adalah, â€Å“ Dalam bisnis atau produk apapun sebuah brand. Anda harus deliver apa yang dijanjikan. Jangan pernah menjanjikan apapun yang tidak bisa Anda deliver â€Å“.
Delivery adalah soal detail. Rincian sampai sekecil mungkin mengenai harapan customer akan produk atau jasa yang kita tawarkan. Kegagalan membuat sebuah rincian harapan customer merupakan awal kegagalan sebuah delivery dan tanda tanda hancurnya sebuah brand.
The devil is in detail. Dalam setiap bisnis yang ingin dimasukinya, Richard Branson selalu minta sebuah perencanaan detail segala aspek bisnis tersebut kepada mitra yang mengajak. Opini pihak ketiga dari masing masing ahli dibisnis itu juga selalu dia mintakan. Tak jarang ahli tersebut kemudian bergabung pula dalam bisnis yang dimasuki ini.
Konsistensi Richard Branson dalam urusan detail inilah yang merupakan kunci sukses dalam setiap bisnis yang dia masuki. Seolah memiliki sentuhan midas, bisnis apa saja yang dimasuki pasti sukses. Tidak sedikit perusahaan yang hampir bangkrut menjadi sukses besar setelah di branding dengan brand Virgin.
Virgin customer experience seolah menjadi mantra jaminan bagi jutaan customer yang dilayani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar